Kamis, 27 September 2012

Askep hiperparathiroid

Hiperparatiroid adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
Jika jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada yang dibutuhkan maka ini kita sebut hiperparatiroid primer. Jika jumlah yang disekresi lebih banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut hiperparatiroid sekunder.
2.3.2 Etiologi
Salah satu penyebab hiperparatiroidisme dari banyaknya hiperfungsi kelenjar paratiroid adalah adenoma soliter (penyakit von Recklinghausen). Secara umum bahwa kelainan kelenjar yang biasanya tunggal ditemukan ± 80 %. Kelainan pada kelenjar biasanya neoplasma yang benigna atau adenoma sedangkan paratiroid karsinoma sangat jarang. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi, contohnya chief cell parathyroid hyperplasia, biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya, yaitu Multiple Endocrine Neoplasia (MEN). Hiperparatiroidisme yang herediter dapat terjadi tanpa kelainan endokrin lainnya tetapi biasanya bagian dari Multiple Endocrine Neoplasia syndrome. MEN 1 (Wermer’s syndrome) terdiri dari hiperparatiroidisme dan tumor dari pituitary dan pancreas, juga berhubungan dengan hipersekresi gaster dan ulkus peptikum (Zollinger-Ellison syndrome).
2.3.3 Klasifikasi
Hiperparatirod dapat berupa hiperparatiroid primer, sekunder, tertier dan intoksikasi paratiroid akut.
2.3.2.1 Hiperparatiroid primer
Gejala klinis hiperparatiroid primer dapat beraneka ragam dan dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
1. Sebagai akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa anoreksia, nausea, muntah-muntah, konstipasi dan berat badan menurun, lekas lelah dan otot-otot lemah, miopati proksimal, polidipsi dan poliuria (diabetes insipidus like syndrome), perubahan mental (depresi, stupor, perubahan personalitas, koma, konvulsi).
2. Sebagai akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada ginjal berupa kalkuli, nefrokalsinosis. Kalsifikasi ocular terjadi karena deposit kalsium pada konjungtiva dan kelopak mata, band keratopathy.
3. Sebagai akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri tulang dan deformitas, fraktur patologis, osteoklastoma dan perubahan gambaran tulang pada foto x-ray.
4. Sebagai akibat hipertensi, gagal ginjal, ulkus peptic, sindrom Zollinger Ellison, pankreatitis akut, pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis syndrome, hiperurisemia, gout.
Apabila ditemukan gambaran klinis, seperti tersebut di atas, maka harus curiga akan kemungkinan hiperpatiroidisme. Jarang sekali teraba tumor pada kelenjar paratiroid dan bila teraba umumnya adalah adenoma tiroid. Usaha selanjutnya untuk menegakkan diagnosis adalah : Tentukan kadar kalsium dalam plasma; Singkirkan penyebab-penyebab lain dari hiperkalsemia dan hiperkalsuria; tentukan tempat dan lokalisasi kelainan paratiroid; teliti komplikasi dan hubungannya dengan hiperparatiroid karena apabila pada seorang penderita ditemukan kalkuli renal atau nefrokalsinosis, maka penting untuk meneliti perubahan pada organ lain yang ada hubungannya dengan hiperkalsemia. Menurut Hall and Anderson, kalkuli renal timbul pada 2/3 atau lebih penderita hiperparatiroid. Apabila hiperparatiroid dan kegagalan ginjalterdapat pada saat yang sama, maka akan sangat sukar untuk menentukan mana yang primer.
Pengobatan hiperparatiroid primer dilakukan apabila diagnosis sudah pasti, penatalaksanaannya sebagai berikut :
1. Pembedahan yaitu dengan ekstirpasi tumor sedini mungkin . Kontra indikasi operasi hanyalah pada keadaan Terminal anuric renal failure.
2. Medikamentosa : terapi ini terdiri atas diet banyak kalsium, serta cukup vitamin D. Pada pascabedah, kadar kalsium serum menurun pada 24-48 jam pertama, tapi akan menjadi normal kembali.
3. Prognosis cukup baik bila diagnosis penyakit cepat ditegakkan dan tumor di ekstirpasi sedini mungkin. Setelah tumor diekstirpasi, tulang-tulang akan menjadi normal kembali. Prognosis bergantung juga pada keadaan fungsi ginjalnya. Terjadinya hiperparatiroid rekuren sesudah 5 tahun operasi, rata-rata hanyalah 15 %.
2.3.2.2 Hiperparatiroid sekunder
Hiperparatiroid sekunder merupakan suatu keadaan dimana sekresi hormon paratiroid meningkat lebih banyak dibanding dengan keadaan normal, karena kebutuhan tubuh meningkat sebagai proses kompensasi. Pada keadaan ini terdapat hiperplasi dan hiperfunsi merata pada keempat kelenjar paratiroid, terutama dari chief cells. Biasanya penyebab primer adalah kegagalan ginjal menahun, dan glomerulonefritis atau pyelonefritis menahun.
Penyakit lain yang juga dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder adalah osteogenesis imperfekta, penyakit paget multiple mieloma, karsinoma dengan metastase tulang. Gambaran klinis hiperparatiroid sekunder yang timbul disebabkan oleh penyakit ginjal menahun, kadang-kadang dapat membaik setelah dilakukan hemodialisis.
Dalam penatalaksanaan hiperparatiroid sekunder hal yang utama adalah manajemen medis. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroid sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting. Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroid sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid. Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroid juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan terbukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.
2.3.2.3 Hiperparatiroid tersier
Istilah hiperparatiroid tersier digunakan untuk menunjukkan perkembangan lanjut tipe sekunder, dimana terjadi autonomi kelenjar paratiroid. Seperti hiperparatiroid primer, maka bentuk tersier memerlukan tindakan pembedahan ekstirpasi adenoma, kecuali bila kegagalan ginjal sudah terlalu berat, maka dilakukan hemodialisis terlebih dahulu kemudian disusul ekstirpasi adenoma. Pemberian vitamin D kadang-kadang masih diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalsemia.
Pengobatan penyakit hiperparatiroid tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid
2.3.2.4 Intoksikasi paratiroid akut
Intoksikasi paratiroid akut jarang sekali ditemukan dan bila ada biasanya sebagai akibat komplikasi hiperparatiroid. Keadaan penderita tampak lemah. Nausea, vomitus, letargi. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan kadar kalsium serum yang sangat meninggi dan kadar fosfor meninggi secara bertahap gradual. Penderita biasanya akan jatuh ke dalam koma dan meninggal.
Penatalaksanaan medis pada intoksikasi paratiroid akut yaitu diberikan infus dekstrosa dalam larutan garam untuk mengganti elektrolit yang hilang; pemberian natrium sitrat untuk menurunkan kadar kalsium ion ; ekstirpasi tumor paratiroid.
2.3.4 Asuhan keperawatan pada klien dengan hiperparatiroid
2.1.3.1 Pengkajian
Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroid dan hiperkalsemia resultan. Kumpulkan riwayat kesehatan yang lengkap dan klien untuk mencari apakah terdapat risiko. Klien mungkin menunjukkan perubahan psikologis, seperti letargi, mengantuk, penurunan memori, dan labilitas emosional, semua manifestasi yang tampak pada hiperkalsemia.
1. Riwayat kesehatan klien
2. Riwayat penyakit dalam keluarga
3. Keluhan utama antara lain:
akit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot, gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan, depresi, nyeri tulang dan sendi.
4. Riwayat Trauma/fraktur tulang
5. Riwayat radiasi daerah leher dan kepala
6. Pemeriksaan fisik yang mencakup:
Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang, amati warna kulit, apakah tampak pucat, perubahan tingkat kesadaran.
7. Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.
8. Pemeriksaan diagnostik termasuk:
- Pemeriksaan laboratorim: dilakukan untuk menentukan kadar kal¬sium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroid. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroid primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.
- Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang

2.1.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hiperparatiroid antara lain:
1. Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
2. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
3. Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan anoreksia dan mual.
4. Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiper¬kalsemia pada saluran gastrointestinal.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
2.1.3.3 Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa keperawatan I :
Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan:
Klien tidak akan menderita cedera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur patologis.
Intervensi keperawatan:
1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun.
2. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.
3. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.
4. Bantu klien memenuhi kebutuhan seharihari selama terjadi kelemahan fisik.
5. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
6. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
7. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan
8. Anjurkan klien agar berjalan secara perlahanlahan.
Diagnosa keperawatan II:
Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
Tujuan:
Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.
Intervensi keperawatan:
1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroid karena akan meningkatkan kadar kalsium serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.
2. Berikan sari buah canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam dari pada urine yang basa.
Diagnosa keperawatan III:
Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan anoreksia dan mual.
Tujuan:
Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat memper-tahankan berat badan ideal.
Intervensi keperawatan:
1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk memperbaiki hiperkalsetnia.
2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.
3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang mengandung susu.
4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.
 

Diagnosa keperawatan IV:
Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.
Tujuan:
Klien akan mempertahankan pola BAB normal, seperti yang dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).

Intervensi keperawatan:
1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.
2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan.
3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum sedikitnya enam sampai 8 gelas air per hari kecuali bila ada kontra indikasi.
4. Jika konstipasi menetap meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada dokter pelunak feses atau laksatif
 

Diagnosa keperawatan V :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat melakukan aktivitas dalam waktu 1 x 24 jam dengan
Intervensi keperawatan
1. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
2. Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat
3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
4. Evaluasi respon pasien terhadap aktivias, perhatikan frekuensi nadi cepat lebih dari 20 x/mnt diatas peningkatan TD yang nyata, penurunan atau peningkatan TD, pusing dan nyeri dada.
 

Diagnosa keperawatan VI
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa cemas yang dirasakan klien hilang dalam waktu 1 x 60 menit dengan
Intervensi keperawatan
1. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
2. Berikan informasi tentang penyakit yang di derita pasien
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi yang menyebabkan timbulnya cemas
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk menurunkan cemas
5. Gunakan pendekatan untuk menyakinkan klien tidak sendiri dan mengajukan pertanyaan.

Askep Hipoparathyroid


Hipoparatiroid adalah defisiensi kelenjar paratiroid dengan tetani sebagai gejala utama
b. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi hormon paratiroid dalam jumlah yang cukup. (Guyton).
c. Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid atau parathyroid hormone (PTH).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid hipofungsi dari kelenjar paratiroid sehingga hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup, dengan gejala utamanya yaitu tetani.
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).
2.4 Etiologi
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
1)      Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
  • Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
  • Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)
2)      Hipomagnesemia
3)      Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
4)      Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-kelenjar paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher.
Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin berhubungan dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid bersama dengan kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari, atau adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme, kondisi yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.

2.5 Patofisiologis
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5 – 12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.

2.6 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:
1)        Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2)        Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
3)        Parestesia
4)        Hipestesia
5)        Disfagia dan disartria
6)        Kelumpuhan otot-otot
7)        Aritmia jantung
8)        Gangguan pernapasan
9)        Epilepsi
10)    Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
11)    Gangguan ingatan dan perasaan kacau
12)    Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
13)    Kulit kering dan bersisik
14)    Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
15)    Kuku tipis dan rapuh
16)    Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik
Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:
  1. Erb’s sign: Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi dari otot (normal pada 6 milli-ampere)
  2. Chvostek’s sign: Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.
  1. Trousseau’s sign: Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagai pada spasme carpopedal.
  2. Peroneal sign: Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi dorsofleksi dan adduksi dari kaki
Pada ± 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang berubah, diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik pada ektoderm:
  1. Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.
  2. Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.
  3. Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.
Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada hipoparatiroidisme.

2.7 Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid, dan hipoparatiroid pascabedah.
2.7.1     Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.
2.7.2     Simpel idiopatik hipoparatiroid
Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
2.7.3     Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.

2.8      Pemeriksaan Diagnostik
  1. Elektrokardiografi : ditemukan interval QT yang lebih panjang.
  2. Foto Rontgen : sering terlihat klasifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak, kadang-kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.
  3. Laboratorium : Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali normal atau rendah.
 2.9      Penatalaksanaan Medis
  1. Hipoparatiroid akut
Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus. Di samping kalsium intravena, disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per oral.
  1. Hipoparatiroid menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian alumunium hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus.
Di samping itu diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila ditambahkan dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan untuk menurunkan kadar kalsium serum.

2.10  Komplikasi
  1. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9 mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut.
  1. Insufisiensi ginjal kronik
Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja hormon paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi).
3.3 Diagnosa Keperawatan
  1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh hipokalsemia.
  2. Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.
  3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
  4. Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen teraupetik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.
3.4 Intervensi
  1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh hipokalsemia.
Tujuan:
Klien tidak mengalami cedera dengan kriteria: reflek normal, tanda vital stabil, makan diet dan obat seperti yang dianjurkan, kadar kalsium serum normal.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
a. Pantau tanda-tanda vital dan reflek tiap 2 jam sampai 4 jam.
b. Pantau fungsi jantung secara terus menerus/gambaran EKG.
c. Bila pasien dalam tirah baring berikan bantalan paga tempat tidur dan pertahakan tempat tidur dalam posisi rendah.
d. Bila aktivitas kejang terjadi ketika pasien bangun dari tempat tidur, bantu pasien untuk berjalan, singkirkan benda-benda yang membahayakan, bantu pasien dalam menangani kejang dan reorientasikan bila perlu.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam menangani gejala dini dengan memberikan dan memantau efektifitas cairan parenteral dan kalsium.
f. Pemberian kalsium dengan hati-hati.
g. Berikan suplemen vitamin D dan kalsium sesuai program.
h. Kaji ulang pemeriksaan kadar kalsium.
a. untuk mengetahui kelainan sedini mungkin.
b. Untuk mengetahui abnormalitas dari gambaran EKG.
c. Untuk mencegah terjadinya injuri/jatuh.
d. Untuk menghindari cedera yang terjadi akibat benda yang terdapat di lingkungan sekitar klien dan mencegah kerusakan lebih berat akibat kejang.
e. Antisifasi terhadap hipokalsemia dengan cara penanganan medis.
f. Pemberian kalsium yang terlalu cepat akan mengakibatkan tromboflebitis hipotensi.
g. Untuk membantu memenuhi kekurangan kalsium dalam tubuh.
h. Untuk mengontrol kadar kalsium serum.
  1. Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.
Tujuan:
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
a) Frekwensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal.
b) Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
a. Siapkan peralatan penghisap dan jalan nafas oral di dekat tempat tidur sepanjang waktu.
b. Siapkan tali tracheostomi, oksigen, dan peralatan resusitasi manual siap pakai sepanjang waktu.
Edema laring:
c. Kaji upaya pernafasan dan kualitas suara setiap 2 jam.
d. Auskultasi untuk mendengarkan stridor laring setiap 4 jam.
e. Laporkan gejala dini pada dokter dan kolaborasi untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka.
f. Intruksikan pasien agar menginformasikan pada perawat atau dokter saat pertama terjadi tanda kekakuan pada tenggorok atau sesak nafas.
g. Baringkan pasien untuk mengoptimalkan bersihan jalan nafas, pertahankan kepala dalam posisi kepala dalam posisi alamiah, garis tengah.
Kejang:
h. Bila terjadi kejang: pertahankan jalan nafas, penghisapan orofaring sesuai indikasi, berikan O2 sesuai pesanan, pantau tensi, nadi, pernafasan dan tanda-tanda neurologis, periksa setelah terjadi kejang, catat frekwensi, waktu, tingkat kesadaran, bagian tubuh yang terlibat dan lamanya aktivitas kejang.
i. Siapkan untuk berkolaborasi dengan dokter dalam mengatasi status efileptikus misalnya: intubasi, pengobatan.
j. Lanjutkan perawatan untuk kejang.
a. Supaya memudahkan karena serangan bisa secara tiba-tiba.
b. Untuk memudahkan dalam tindakan apabila terjadi sumbatan jalan nafas.
c. Untuk mengetahui suara dan keadaan jalan nafas.
d. Adanya stridor suatu tanda adanya oedema laring.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka karena perawat terbatas akan hak dan wewenang.
f. Agar perawat bisa siap-siap untuk melakukan suatu tindakan.
g. Untuk mencegah penekanan jalan nafas/mempertahankan jalan nafas untuk tetap terbuka.
h. Bila terjadi kejang otomatis O2 ke otak menurun sehingga bisa berakibat fatal ke seluruh jaringan tubuh termasuk pernafasan.
i. Kolaborasi dengan dokter dalam hal tindakan wewenang dokter (pengobatan dan tindakan).
j. Untuk mencegah terjadinya serangan berulang.
  1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
Tujuan:
Kien dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dengan kriteria:
a) Tingkat aktivitas meningkat tanpa dispnoe, tachicardi atau peningkatan tekanan darah.
b) Melakukan aktivitas tanpa bersusah payah.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
a. Kaji pola aktivitas yang lalu.
b. Kaji terhadap perubahan dalam gejala muskuloskeletal setiap 8 jam.
c. Kaji respon terhadap aktivitas: Catat perubahan tensi, nadi, pernafasan, hentikan aktivitas bila terjadi perubahan, tingkatkan keikutsertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan peningkatan toleransi, ajarkan pasien untuk memantau respon terhadap aktivitas dan untuk mengurangi, menghentikan atau meminta bantuan ketika terjadi perubahan.
d. Rencanakan perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan: Jadwalkan bantuan dengan orang lain.
e. Seimbangkan antara waktu aktivitas dengan waktu istirahat.
f. Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien.
a. Untuk membandingkan aktivitas sebelum sakit dan yang akan diharapkan setelah perawatan.
b. Untuk memantau keberhasilan perawatan.
c. Untuk melihat suatu perkembangan perawatan terhadap aktivitas secara bertahap.
d. Dengan merencanakan perawatan, perawat dengan klien dapat mempermudah suatu keberhasilan karena datangnya kemauan dari klien.
e. Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.
f. Untuk menghemat penggunaan energi klien.
  1. Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen teraupetik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.
Tujuan:
Klien mengerti tentang diet dan medikasinya, dengan kriteria:
Klien dan orang terdekat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit dan prinsip perawatan tindak lanjut dan perawatan di rumah serta pengobatan dan diet yang diperlukan.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
a. Jelaskan tentang konsep dasar tentang proses penyakit.
b. Diskusikan alasan tentang terjadinya perubahan fisik dan emosional.
c. Ajarkan pasien untuk memeriksakan dan melaporkan gejala dini tetani, kesemutan, tremor, tanda chvostek’s atau trusseaus positif perubahan dalam upaya pernafasan.
d. Ajarkan orang terdekat untuk mengenali aktivitas kejang pasien dan menentukan cara yang harus dilakukan menghindari restrain atau menghentikan prilaku, observasi dan mencatat prilaku yang diperlihatkan sebelum dan selama kejang.
e. Tekankan aktivitas sehari-hari dan latihan sesuai toeransi dan untuk melaporkan peningkatan keletihan atau kelemahan otot.
f. Diskusikan tentang pentingnya mempertahankan lingkungan yang aman.
g. Ajarkan nama obat-obatan, dosis, waktu dan metode pemberian, tujuan, efek smping dan toxik.
h. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium rendah fosfat, seperti mengurangi susu dan keju karena banyak mengandung fosfor.
a. Penyuluhan tentang penyakitnya sangat penting karena klien membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.
b. Agar klien mengerti akan keadaan dirinya sehingga klien tahu tentang penanggulangannya.
c. Agar klien bisa mengontrolkan dirinya secara berkala sehingga penyakitnya bisa tertanggulangi dan tidak mengakibatkan lebih parah.
d. Orang terdekat adalah orang yang selalu berada dan tahu persis tentang pasien sehingga bila terjadi sesuatu terhadap diri klien dia bisa melakukan sesuatu dan apa yang tidak boleh dilakukan sehingga bisa memperingan penyakitnya.
e. Untuk melatih mobilisasi sehingga klien bisa melakukan ADLnya.
f. Untuk mencegah cedra akibat dari lingkungan.
g. Obat-obat tersebut penting untuk mempertahankan hidupnya.
h. Asupan diet yang seimbang akan meningkatkan kadar kalsium darah.

  (Majelis ke 2) FAQIR (Fathur-Rabbany) بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ   اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورس...