Senin, 23 September 2013

Askep Syok Sindroma


Definisi
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Sejarah
Tahun 2641 SM, seorang Pharao meninggal mendadak Raja Menes meninggal tidak seberapa lama setelah disengat tawon (wasp). Tahun 1902, dua ilmuwan Perancis yang bekerja di Mediterania menemukan phenomena yang sama dengan yang terjadi pada Pharao itu. Richet dan Portier, menginjeksi anjing dengan ekstrak anemon laut, setelah beberapa lama diinjeksi ulang dengan ekstrak yang sama . Hasilnya anjing itu mendadak mati. Phenomena ini mereka
sebut aldquo; Anaphylaxis”. Atas kerjanya ini, Richet dianugerahi Nobel pada tahun 1913.
Patofisiologi
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
Gejala klinis
Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh.
Gejala permulaan: Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas Sistem Organ Gejala Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepatdan pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit. Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal Mual, muntah, cramp perut, diare, disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi dan kom Sendi Arthralgia Haematologi darah, trombositopenia, DIC
Diagnosis
Anamnesis Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ) Timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.
Fisik diagnostik Keadaan umum : baik sampai buruk Kesadaran Composmentis sampai Koma Tensi : Hipotensi, Nadi:Tachycardi, Nafas : Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat Ekstremitas : Urticaria, Edema ekstremitas Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Hitung sel meningkat Hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal / turun. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug, EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia, Kimia meningkat, sereum triptaase meningkat
Diagnosis banding:
- Syok bentuk lain
- Asma akut
- Edema paru dan emboli paru
- Aritmia jantung
- Kejang
- Keracunan obat akut
- Urticaria
- Reaksi vaso-vagal
Penatalaksanaan dan Management syok anafilaktik
- Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis
- Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau sengatan hewan
longgarkan 1-2 menitn tiap 10 menit.
- Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala (posisi shock)
dengan alas keras.
- Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi
- Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia persiapkandari
mulut kemulut
- Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis,
0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan Tensi dan produksi urine
- Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam
Bila 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam
- Bila perlu pasang CVP
Observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik
- Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan
- Darah : Gas darah
- EKG Komplikasi (Penyulit) Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan cardiac
arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan
angoioedema menetap sampai beberapa bulan, Myocard infark, aborsi dan gagal ginjal juga
pernah dilaporkan.
Prevensi (Pencegahan)
- Mencegah reaksi ulang
- Anamnesa penyakit alergi px sebelum terapi diberikan (obat,makanan,atopik)
- Lakukan skin test bila perlu
- Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama pemberian
- Catat obat px pada status yang menyebabkan alergi
- Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik.
- Desensitisasi alergen spesifik
- Edukasi px supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi
- Bersiaga selalu bila melakukan injeksi dengan emergency kit Prognosis Bila penanganan cepat,
klinis masih ringan dapat membaik dan tertolong
Algoritme Management Penderita Syok Anafilaktik Ringan:
- Baringkan dalam posisi syok, Alas keras
- Bebaskan jalan nafas
- Tentukan penyebab dan lokasi masuknya
- Jika masuk lewat ekstremitas, pasang torniquet
- Injeksi Adrenalin 1:1000 – 0,25 cc (0,25mg) SC Sedang
- Monitor pernafasan dan hemodinamik
- Suplemen Oksigen
- Injeksi Adrenalin 1:1000- 0,25cc(0,25mg) IM(Sedang) atau 1:10.000 –
2,5-5cc (0,25-0,5mg) IV(Berat), Berikan sublingual atau trans trakheal bila vena kolaps
- Aminofilin 5-6mg/kgBB IV(bolus), diikuti 0,4-0,9mg/kgBB/menit perdrip (untuk
bronkospasme persistent)
- Infus cairan (pedoman hematokrit dan produksi urine) Berat
- Monitor pernafasan dan hemodinamika
- Cairan, Obat Inotropik positif, Obat vasoaktif tergantung hemodinamik
- Bila perlu dan memungkin- rujuk untuk mendapat perawatan intensif RJPO § Basic dan
Advanced Life Support (RJPO) ———–Arrest Nafas dan Jantung.
DEFINISI
Syok à Gangguan dari perfusi jaringan yang terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke sel dengan kebutuhan oksigen dari sel tersebut.
Syok adalah suatu kondisi di mana sistem cardiovasculer gagal memperfusi jaringan yg adekuat.
Pompa jantung yang lemah, Gangguan sistem peredaran, dan/atau volume darah yg kurang
Perfusi jaringan yang tidak cukup dapat mengakibatkan:
hypoxia
Rusaknya metabolisme selular
Rusak jaringan
kegagalan organ
kematian
           
PATHOPHYSIOLOGY OF SHOCK SYNDROME
Perfusi jaringan lemah terjadi ketika suatu ketidakseimbangan antara persediaan cairan dan persediaan oksigen sel.
            Semua jenis shock mengakibatkan gangguan pada perfusi jaringan yang selanjutnya berkembang menjadi gagal sirkulasi akut atau disebut juga Syndrome Shock
PATHOPHYSIOLOGI
SHOCK
Metabolisme sel dari aerob àanaerob
produksi laktat
Fungsi sel berhenti & membengkak
membrane menjadi lebih permeabel & cairan merembes keluar dari sel
mitochondria rusak
kematian sel
KEGAGALAN RESPON KOMPENSASI
 Penurunan aliran darah kejaringan sehingga 
     menyebabkan hipoksia
 Terjadi metabolisme anaerob
 Kematian sel
 Jika Gangguan Perfusi Jaringan Tetap Terjadi Maka: 
IRREVERSIBLE                      KEMATIAN …….. !!
MANIFESTASI KLINIK:
SINDROME SHOCK
Vital signs
þ   Hypotensi:  < 90 mmHg
þ   TD  < 60 mmHg
þ   Tachycardia:  Weak
þ   Tachypnoe.
MANIFESTASI KLINIK:
SINDROME SHOCK
Mental status:
- Memberi Respon ,
- Tidak Ada Respon,
- Dengan rangsangan nyeri
Penurunan haluaran urine
Shock Syndrome
Hypovolemic Shock
 Masalah pada volume darah
Cardiogenic Shock
 Masalah pada pemompaan darah
Distributive Shock  
     _  [septic; anaphylactic; neurogenic]
Hypovolemic Shock
Kehilangan volume cairan”
            Penurunan perfusi jaringan               timbul respon shock yg menyeluruh
 ETIOLOGY:
- Perdarahan dalam dan luar
- Adanya gangguan pada cairan intrasel dan ekstra sel
PENYEBAB SECARA UMUM:
£         perdarahan
£         Dehydrasi
Hypovolemic Shock:
penyebab dari luar
Dehydrasi
Mual dan muntah, diarrhea, luka bakar
Perdarahan :
Trauma
Perdarahan luar
Perdarahan dalam
Penatalaksanaan
15%[750ml]- kompensasi tubuh masih cukup
15-30% [750-1500ml- Hypoxemia,  penurunan TD
30-40% [1500-2000ml] –kompensasi tubuh sudah 
      tak mampu & dapat menyebabkan acidosis
      metabolik
40-50% - atau lebih:
 penurunan volume = death
Manifestasi klinik
Hypovolemic Shock
Tachycardia
tachypnea
Hypotension
 Kulit dingin
Denyut nadi  lemah
Mental status
Urin output menurun
Tindakan utama pada
 hipovolemik shock
           
Penambahan volume cairan, perfusi jaringan  dg cara:
Kontrol perdarahan
Input cairan
Pemberian oksigen
Pemberian pengobatan vasokontriksi bila TD tetap rendah.
Tindakan keperawatan
Pada hipovolemik shock
Pemberian dgn aman cairan dan medikasi
Mendokumentasikan dgn efektif
Pemantauan komplikasi pengobatan dan melaporkan sedini mungkin
Pemberian darah è periksa kembali gol darah dan efek yg timbul
Pemantauan hemodinamik, TTV, Hb , Ht, serta masukan dan haluaran
Pemberian oksigen
Cardiogenic Shock :
Etiologies
Complikasi Mechanical
Rupturnya otot jantung
Ventricular aneurysm
Ventricular septal rupture
Other causes:
Cardiomyopathies
tamponade
tension pneumothorax
Cardiogenic Shock: menyebabkan ,
+        Penurunan volume TD…..
+        Penurunan CO …..
+        Penurunan nadi…..
+        Penurunan perfusi jaringan !!!!
Kardiogenic Shock:
manifestasi  klinis adanya kelainan bunyi jantung
Murmurs
Ventricular gallop
Atrial gallop
Management COLLABORASI Kardiogenic Shock
Mengoptimalkan fungsi pompa darah:
Management  airway secara cepat  : pertahanakan Ventilasi tetap baik
Manajemen pemberian cairan
Pemberian Vasoactive agents (obat2an).
Tindakan Keperawatan
Pemantauan Hemodinamik
Pemantauaan EKG
Menyiapkan obat2an, cairan IV
Perubahan status hemodinamik & pulmonal dicatat & dilaporkan
Pemberian cairan
Peran perawat è Mendokumentasikan medikasi dan tindakan yg dilakukan serta respon pasien thd tindakan
Pantau haluaran Urine, Kreatininà penurunan fx Ginjal
Keselamatan dan kenyamanan
Menjamin keselamatan dan kenyamanan fisik dan ansietas
Posisi tidur pasien.
Distributive Shock
Hipoperfusion jaringan oleh karena maldistribusi aliran
Volume dan aliran darah cukup
Vasogenic/Distributive Shock
Etiologi
Septic Shock
Anaphylactic Shock
Neurogenic Shock
Anaphylactic Shock
Suatu jenis Shock distributif yang diakibatkan oleh :
         REAKSI ALERGI SYSTEMIK
Pathophysiology Anaphylactic Shock
Tubuh merangsang untuk menghasilkan Ig E untuk penyerang kuman dikhususkan untuk antigen.
 Obat/Racun,
 Reaksi antigen-antibodi melepaskan histamin  
    atau bradikinin.
 Ransangan Anaphylaktik
Respon Anaphylactic
Vasodilatasi
peningkatkan penyerapan air atau gas Vaskuler
Broncho konstriksi
Peningkatan produksi dahak
Peningkatan respon inflamasi
kerusakan organ/ bagian badan
Penatalaksanaan Keperawatan Anaphylaktik Shock
Pencegahan Anafilaktik syok :
Airway support
Mengkaji alergi atau reaksi terdahulu terhadap antigen,
   Mis : obat, produk darah,makanan.
Mengkomunikasi keberadaan alergi
Pendidikan Pasien
Diagnosis and Management
Neurogenic Shock
PATIENT ASSESSMENT :
Hypotension
Bradycardia
Hypothermia
Kulit hangat dan kering
MANAGEMENT
NEUROGENIC SHOCK
Hypovolemia- tx dengan penggantian cairan untuk BP < 90MMHG,
Hypothermia- tx hangat– menghindari Hypoxia
Memelihara ventilasi pernafasan
Temperatur badan dipertahankan
SEPSIS
Peradangan pada sistem tubuh
   Systemic Inflammatory Response to infection (SIRS) .
Manifestasinya dua atau lebih yg di ikuti dg:
Temp > 38
 HR  > 90
 RR  > 20
SEPTIC SHOCK
Penyebab Sepsis dengan:
Hypotensi
Disebabkan oleh invasi mikroorganisme
Kegagalan dari mekanisme kompensasi.
FAKTOR RESIKO PADA
SEPTIK SHOCK
Age
Malnutrisi
Traumatic
Therapy Obat
MANAGEMENT
COLLABORASI
Pencegahan!!! Temukan dan membunuh sumber dari penyebaran infeksi/peradangan
Vasokonstriksi
Obat
Racun
Memaksimalkan O2
Dukungan pd perihal nutrisi
Kenyamanan
Dukungan pada emosional.
PENATALAKSANAAN TERAPI CAIRAN
PENGERTIAN,
   Pemberian cairan IV utk mengembalikan volume cairan/darah yg merupakan salah satu bentuk terapi  yg paling efektif dan baik
TERAPI CAIRAN
Resusitasi
Utk mengganti semua kehilangan abnormal (hipovolemi)
Kehilangan cairan intravaskuler 15-30 % atau lebih dan ditemui tanda-tanda syok diperlukan cairan 1000-2000 ml
Evaluasi
Menilai kecukupan sirkulasi perifer : Akral, CR < 2 detik
Produksi urin:
             0,5 cc/kgbb/jam atau  30-50 ml/jam
 Nadi : Normal

DaftarPustaka
- Rab, Prof.Dr. H tabrani. Pengatasan shock, EGC Jakarta 2000, 153-161
- Panduan Gawat Darurat, Jilid I, FKUI, Penerbit FKUI Jakarta 2000, 17-18
- Ho, Mt, Luce JM, Trunkey, DD, Salber PR, Mills J, Resusitasi KardioPulmoner dan Syok,
EGC Jakarta 1990 : 76-78
- Purwadianto, A, Sampurna, B, Kedaruratan Medik, Bina Rupa Aksara, Jakarta 2000, 56-57
- Effendi, C, Anaphylaxis dalam PKB XV , Lab. Ilmu Penyakit Dalam FKUA/ RSUD Dr. Soetomo, 2000 : 91-99
- Rehata, NM, Syok Anafilaktik Patofisiologi dan penanganan dalam up date on shock, pertemuan Ilmiah

Askep Hipertensi


            Hipertensi menjadi momok bagi sebagian besar penduduk dunia termasuk Indonesia. Hal ini karena secara statistik jumlah penderita yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Berbagai faktor yang berperan dalam hal ini salah satunya adalah gaya hidup modern. Pemilihan makanan yang berlemak, kebiasaan aktifitas yang tidak sehat, merokok, minum kopi serta gaya hidup sedetarian adalah beberapa hal yang disinyalir sebagai faktor yang berperan terhadap hipertensi ini. Penyakit ini dapat menjadi akibat dari gaya hidup modern serta dapat juga sebagai penyebab berbagai penyakit non infeksi. Hal ini berarti juga menjadi indikator bergesernya dari penyakit infeksi menuju penyakit non infeksi, yang terlihat dari urutan penyebab kematian di Indoensia. Untuk lebih mengenal serta mengetahui penyakit ini, maka kami akan membahas tentang hipertensi. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg (Anindya, 2009).
Hipertensi menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Tanpa melihat usia atau jenis kelamin, semua orang bisa terkena hipertensi dan biasanya tanpa ada gejala-gejala sebelumnya. Hipertensi juga dapat mengakibatkan kerusakan berbagai organ target seperti otak, jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer, dan retina.
Oleh karena itu, negara Indonesia yang sedang membangun di segala bidang perlu memperhatikan pendidikan kesehatan masyarakat untuk mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang terarah. Hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke dokter.

Definisi Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. (Armilawaty, 2007)
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
2.2 Klasifikasi 
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII [1]
Kategori
Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik
Normal
< 120 mmHg
(dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi
120-139 mmHg
(atau) 80-89 mmHg
Stadium 1
140-159 mmHg
(atau) 90-99 mmHg
Stadium 2
>= 160 mmHg
(atau) >= 100 mmHg

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
  1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
  2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
  1. Penyakit Ginjal
    • Stenosis arteri renalis
    • Pielonefritis
    • Glomerulonefritis
    • Tumor-tumor ginjal
    • Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
    • Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
    • Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
  2. Kelainan Hormonal
    • Hiperaldosteronisme
    • Sindroma Cushing
    • Feokromositoma
  3. Obat-obatan
    • Pil KB
    • Kortikosteroid
    • Siklosporin
    • Eritropoietin
    • Kokain
    • Penyalahgunaan alkohol
    • Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
  4. Penyebab Lainnya
    • Koartasio aorta
    • Preeklamsi pada kehamilan
    • Porfiria intermiten akut
    • Keracunan timbal akut.

 Etiologi Hipertensi
1.      Hipertensi Primer (esensial)           
Lebih dari 90% pasien hipertensi merupakan hipertensi esensial, yang tidak diketahui penyebab aslinya yang dapat mempengaruhi regulasi tekanan darah. Kemungkinan karena volume darah yang dipompa jantung meningkat, yang mengakibatkan bertambahnya volume darah di pembuluh arteri. Hipertensi esensial adalah istilah yang menunjukkan bahwa hipertensi yang terjadi tidak diketahui penyebabnya. Walaupun begitu, pada kebanyakan pasien dengan hipertensi esensial ini terdapat kecenderungan herediter yang kuat.
Riwayat keluarga hipertensi meningkatkan kemungkinan bahwa seorang individu akan mengalami hipertensi. Faktor keturunan bersifat poligenik yang terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga. Jika salah satu atau kedua orangtua mengidap hipertensi, maka kemungkinan anaknya juga terkena hipertensi. Faktor predisposisi genetik dapat berupa sensitivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vascular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin.
Hipertensi esensial menyerang empat kali lebih sering pada pria  middle agedaripada pada wanita middle age. Faktor-faktor lingkungan yang menjadi faktor predisposisi yang lebih dapat menyebabkan terjadinya hipertensi esensial antara lain gaya hidup yang buruk (stres), banyak konsumsi garam, obesitas, merokok.

2.       Hipertensi Sekunder
a.      Hipertensi Goldblatt
Hipertensi goldblatt dibagi menjadi 2, yang pertama hipertensi Goldblatt dengan satu ginjal yang memiliki 2 fase. Fase pertama adalah tipe hipertensi vasokonstriktor yang disebabkan oleh angiotensin namun bersifat sementara. Fase kedua adalah tipe hipertensi beban-volume. Sebenarnya dalam hipertensi tipe ini tidak terjadi kenaikan terhadap volume darah maupun curah jantung, tetapi yang meningkat adalah tahanan perifer total.
Kenaikan awal tekanan arteri pada kasus hipertensi ini disebabkan oleh mekanisme vasokonstriksi renin-angiotensin. Akibat sedikitnya aliran darah yang melalui ginjal sesudah penurunan tekanan arteri renalis yang berlangsung akut, ginjal tersebut akan menyekresi banyak renin. Hal  ini mengakibatkan terbentuknya angiotensin dalam darah. Angiotensin ini kemudian akan meningkatkan tekanan arteri secara akut. Sekresi renin akan mencapai puncaknya dalam 1 jam atau lebih, tetapi dalam 5-7 hari akan kembali normal karena pada waktu itu arteri renalis juga meningkat pada keadaan normal sehingga tidak terjadi iskemik ginjal.
Kenaikan kedua pada tekanan arteri disebabkan oleh retensi cairan. Dalam waktu 5-7 hari cairan akan meningkat cukup tinggi sehingga mengakibatkan kenaikan tekanan arteri menjadi nilai baru yang dipertahankan. Nilai kuantitatif tekanan yang dipertahankan ini dipengaruhi oleh derajat kontriksi yang terjadi pada arteri renalis. Jadi, tekanan tekanan aorta harus meningkat cukup tinggi sehingga tekanan arteri renalis yang di sebelah distal dari bagian yang mengalami kontriksi akan cukup untuk menyebabkan keluaran urin yang normal.
Yang kedua adalah hipertensi Goldblatt dengan dua ginjal. Mekanisme terjadinya hipertensi ini adalah sebagai berikut: ginjal yang mengalami konstriksi menahan air dan garam akibat menurunnya tekanan arteri renalis pada ginjal tersebut. Ginjal yang normal juga menahan air dan garam akibat renin yang dihasilkan oleh ginjal yang mengalami iskemik. Renin ini menyebabkan terbentuknya angiotensin yang bersirkulasi ke ginjal yang berlawanan dan menyebabkannya juga menahan air dan garam. Jadi dengan alasan yang berbeda kedua ginjal menjadi penahan garam dan air yang mengakibatkan hipertensi.
2. Hipertensi Neurogenik
Merupakan hipertensi yang disebabkan oleh rangsangan yang kuat pada sistem saraf simpatis. Contohnya apabila seseorang menjadi begitu terangsang karena alasan apapun atau bila saat sedang gelisah, maka sistem simpatis akan sangat terangsang yang menimbulkan vasokonstriksi perifer di setiap tempat dalam tubuh dan terjadilah hipertensi akut. Hipertensi neurogenik juga bisa disebabkan oleh baroreseptor yang dipotong atau bila traktus solitarius yang terdapat pada setiap sisi medula oblongata dirusak. Hilangnya sinyal saraf normal dari baroreseptor secara mendadak memiliki pengaruh yang sama pada mekanisme pengaturan tekanan oleh saraf seperti pengurangan tekanan arteri pada aorta dan arteri karotis secara mendadak. Akibatnya pusat vasomotor tiba-tiba menjadi sangat aktif dan tekanan arteri rata-rata meningkat, namun dalam beberapa hari tekanan akan kembali normal. Oleh sebab itu, hipertensi neurogenik termasuk hipertensi akut.
3. Hipertensi pada Toksemia Gravidarum
Selama masa kehamilan, banyak ibu yang mengalami hipertensi. Hal ini merupakan manifestasi dari sindrom toksemia gravidarum. Prinsip patoligis yang menyebabkan hipertensi ini diduga akibat penebalan membran glomerulus (mungkin terjadi karena proses autoimun), yang mengurangi kecepatan filtrasi aliran dari glomerulus kedalam tubulus ginjal. Dengan alasan yang jelas, tekanan arteri  yang diperlukan untuk menyebabkan pembentukan urin normal akan ditingkatkan. Selain itu, nilai tekanan arteri jangka panjang juga meningkat. Pasien-pasien ini cenderung menderita hipertensi karena konsumsi garam berlebih.
4. Hipertensi Akibat Aldosteronisme Primer
Merupakan tipe lain dari hipertensi beban-volume yang disebabkan oleh aldosteron dalam tubuh berlebih atau kelebihan jenis steroid yang lain. Sebuah tumor kecil yang terdapat pada salah satu kelenjar adrenal yang terkadang menyekresikan banyak sekali aldosteron disebut sebagai “Aldosteronisme Primer”. Aldosteron memiliki efek dapat meningkatkan kecepatan reabsorbsi garam dan air oleh tubulus ginjal sehingga akan mengurangi hilangnya garam dan air dalam urin namun menaikkan volume cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi hipertensi. Bila keadaan ini diteruskan, maka kelebihan aldosteron tersebut akan menyebabkan perubahan patologis pada ginjal sehingga mengakibatkan ginjal menahan garam dan air lebih banyak lagi disamping yang disebabkan oleh aldosteron tersebut. Oleh karena itu, akhirnya hipertensi sering menjadi parah.

2.3       Manifestasi Klinis
            Manifestasi klinis dari hipertensi adalah sebagai berikut :
  1. Pusing
  2. Mudah marah
  3. Telinga berdengung
  4. Mimisan (jarang)
  5. Sukar tidur
  6. Sesak nafas
  7. Rasa berat di tengkuk
  8. Mudah lelah
  9. Mata berkunang-kunang
 Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah :
  1. Gangguan penglihatan
  2. Gangguan saraf
  3. Gagal jantung
  4. Gangguan fungsi ginjal
  5. Gangguan serebral (otak) yg mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma. (www.id.novartis.com)
 Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
  1. sakit kepala
  2. kelelahan
  3. mual
  4. muntah
  5. sesak nafas
  6. gelisah
  7. pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
 Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. (www.medicastore.com)

 4. Pemeriksaan Diagnostik dan  Laboratorium
A.  Pemeriksaan Diagnostik
  1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
  2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
  3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
  4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
  5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
  6. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler)
  7. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan hipertensi.
  8. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer (penyebab).
  9. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
  10. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
  11. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
  12. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat.
  13. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
  14. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
  15. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
  16. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

 5.   Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.

2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.

b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.

2.6  Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.


Asuhan Keperawatan

1 Pengkajian
a.        Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan
b.       Riwayat kesehatan
  1. Riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit jantung koroner, stroke atau penyakit ginjal.
  2. Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek sampinng obat antihipertensi sebelumnya.
  3. Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung, penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, diabetes mellitus, pirai, dislipidemia, asma bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal, penyakit nyata yang lain dan informasi obat yang diminum.
  4. Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium, dan alcohol, jumlah rokok, tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal dewasa.
  5. Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan darah termasuk kontrasepsi oral, obat anti keradangan nonsteroid, liquorice, kokain dan amfetamin. Perhatian juga untuk pemakaian eritropoetin, siklosporin atau steroid untuk penyakit yang bersamaan.
  6. Faktor pribadi, psikososial, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan kerja, dan latar belakang pendidikan.

3.1.3 Pengkajian data dasar
  1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2.      Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung kroner/katup dan
penyakit serebrovaskular, episode palpitasi, presipitasi.
Tanda: Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan TD diperlukan untukmenegakkan diagnosis), Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen obat), Nadi: denyutan jalas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut seperti denyut femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal, tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Denyut apikal: PMI kemungkinan bergeser dan/atau sangat kuat. Frekuensi/irama : takikardia, berbagai disritmia. Bunyi jantung: terdengar s2 pada dasar ; s3 (CHF dini) ; s4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur stenosis valvular. Desiran vaskular terdengar diatas karotis, femoralis, atau epigastrium (stenosis arteri). DVJ [distensi vena jugularis] (kongesti vena). Ekstrimitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi perifer); pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokonstriksi). Kulit-pucat, sianosia dan diaforesis (kongesti, hipoksemia); kemerahan (feokromositoma).

  1. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral).
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.

  1. Eliminasi
Gejala:Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).

  1. Makanan/Cairan
Gejala: Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); gula-gula yang bewarna hitam; kandungan tinggi kalori. Mual, muntah. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkar/menurun). Riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau tertentu); kongesti vena, DVJ; glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah diabetik).

  1. Neurosensori
Gejala:Keluhan pening/pusing. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam). Episode kebas dan /atau kelamahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan ( diplopia, penglihatan kabur). Episode epistaksis.
Tanda: Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau memori (ingatan). Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan dan/ atau reflaks tendon dalam. Perubahan-perubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papilaedema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada berat/lamanya hipertensi.

7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri
Tanda: Distres respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan. Bunyi nafas tambahan (krakles/mengi). Sianosis

  1. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral transien hipotensi postural.

2.      Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor-faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosklesosis, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit serebrovaskular/ginjal. Faktor-faktor resiko etnik, seperti orang Afrika-Amerika, AsiaTenggara. Penggunaan pil KB atau hormon lain; penggunaan obat/ alkohol.

3.       Pemeriksaan Fisik
  1. Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body Mass Index) yaitu berat dalam kg dibagi tinggi dalam m².
  2. Pengukuran tekanan darah
  3. Pemeriksaan system kardiovaskuler terutama ukuran jantung, bukti adanya gagal jntung, penyakit arteri karotis, renal, dan perifer lain serta koarktasio aorta.
  4. Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen, pembesaran ginjal serta tumor yang lain.
  5. Pemeriksaan fundus optikus dan system syaraf untuk mengetahui kemungkinan adanya kerusakan serebrovaskuler.

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap infark miokard
2. Risiko Tinggi terhadap Penurunan Curah Jantung
3. Gangguan Pola tidur b.d memerlukan waktu yang berlebihan sekunder terhadap obat-obatan antihipertensi

3 Intervensi
1 Kelebihan volume cairan b.d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap infark miokard

INTERVENSI
RASIONAL
  1. Identifikasi faktor penyebab dan penunjang, misal diet yang tidak tepat (intake natrium berlebih), kurangnya pengetahuan tentang pemenuhan hal-hal yang berkaitan dengan pengobatan.
Pengawasan intake diet dipantau untuk menjaga kestabilan tekanan darah agar tidak terjadi penumpukan cairan yang dapat menyembabkan edema jaringan.




  1. Identifikasi dan awasi intake diet klien dan kebiasaan-kebiasaan yang mungkin menyokong terjadinya retensi urin.
Lanjutkan dengan memberikan intake yang seseuai dengan kebutuhan klien.
Pengawasan intake makanan pasien sangat diperlukan untuk mencegah bertambahnya volume cairan dengan intake makanan yang tidak terkontrol. Intake natrium yang tinggi dapat menyebabkan retensi air.
  1. Identifikasi pengetahuan klien mengenai diagnosa medis, diet, pengobatan, aktivitas dan penggunaan balutan ACE dan stoking emboli.
Lanjutkan dengan penyuluhan kesehatan jika diindikasikan.



2.      Risiko Tinggi terhadap Penurunan Curah Jantung

INTERVENSI
RASIONAL
  1. Pantau tekanan darah. Ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentan keterlibatan/bidang masalah vaskular. Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa dengan pengukuran diastolik > 130 dan dipertimbangkan sebagai peningkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor risiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemia jantung bila tekanan diastolik 90 – 115.
  1. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokonstriksi dan kongesti vena.
  1. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokonstriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
  1. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Membantu untuk menurunkan rangsan simpatis  dan meningkatkan relaksasi.
  1. lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti pijantan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur,dll.
Menurunkan stres dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
  1. Anjurkan teknik relaksasi, panduan memijat, aktivitas pengalihan.
Dapat menurunkan rangsangan yang dapat menimbulkan stres, membuat efek tenang sehingga menurunkan tekanan darah.
  1. Pantau respon obat untuk mengontrol tindakan.
Respin terhadap terapi obat ”stepped” (yang terdiri atas diuretik, inhibitor simpati dan vasodilator) tergantung pada individu dan efek sinergis obat. Karena efek samping tersebut, maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rendah.

3. Gangguan Pola tidur b.d memerlukan waktu yang berlebihan sekunder terhadap obat-obatan antihipertensi
             
INTERVENSI
RASIONAL
  1. Berikan tempat tidur yang nyaman, seperti bantal dan guling.
Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/psikologis.
  1. Dorong beberapa aktivitas ringan selama siang hari. Jamin pasien berhenti beraktivitas beberapa jam sebelum tidur.
Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam. Namun, kelanjutan aktivitas yang dekat dengan waktu tidur dapat bertindak sebagai stimulan penghambat tidur.
  1. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misal mandi air hangat dan masase, segelas susu hangat sebelum tidur
Meningkatkan efek relaksasi. Catatan: susu mempunyai kualitas soporfik, meningkatkan sintesis serotonin, neurotransmiter yang membantu pasien tertidur dan tidur lebih lama.
  1. Instruksikan tindakan relaksasi
Membantu menginduksikan tidur.
  1. Kurangi kebisingan dan lampu
Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
  1. Hindari mengganggu bila mungkin, misal membangunkan untuk obat atau terapi.
Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun.


4.1 Kesimpulan
  1. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan diastol > 90 mmHg dan sistol > 140 mmHg yang dipengaruhi oleh banyak faktor risiko.
  2. Hipertensi dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu hipertensi primer (essensial) dan hipertensi sekunder.
  3. Hipertensi primer merupakan penyebab kematian terbesar dengan presentase 90% dibandingkan dengan hipertensi sekunder dengan presentase 10% karena penyebab dari langsung (etiologi) dari hipertensi primer tidak diketahui dan penderita yang mengalami hipertensi primer tidak mengalami gejala (asimtomatik).
  4. Terapi hipertensi dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu terapi medis dan non-medis.
  5. Kontrol pada penderita hipertensi sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Jilid 6. Jakarta : EGC

Doenges, ME., Moorhouse, MF., Geissler, AC. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Guyton, AC. & Hall, JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Khatib, Oussama M.N. 2005. Clinical Guidelines for the Management of Hypertension. WHO

Mycek, MJ dkk. 1997. Lippincott’s Illustrated Reviews : Pharmacology, 2ndedition. Philadelphia : Lippincott-Raven Publishers

Price, SA. & Wilson, LM. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta : EGC

Rilantono, Lily Ismudiati dkk. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FKUI

Syarif, Amir. 2003. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI

Aninomous. 2008. What Causes High Blood Pressure? akses internet di http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=2125

Aninomous. 2008. High Blood Pressure, Factors that Contribute to. akses internet di http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=3053

Armilawaty, dkk.2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi akses internet di http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/08/hipertensi-dan-faktor-risikonya-dalam-kajian-epidemiologi/
Anonim. 2010. Tekanan Darah Tinggi. Disitasi dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi ( Selasa, 14 Desember 2010).

  (Majelis ke 2) FAQIR (Fathur-Rabbany) بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ   اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورس...