Hipertensi menjadi
momok bagi sebagian besar penduduk dunia termasuk Indonesia. Hal ini karena
secara statistik jumlah penderita yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
Berbagai faktor yang berperan dalam hal ini salah satunya adalah gaya hidup
modern. Pemilihan makanan yang berlemak, kebiasaan aktifitas yang tidak sehat,
merokok, minum kopi serta gaya hidup sedetarian adalah beberapa hal yang
disinyalir sebagai faktor yang berperan terhadap hipertensi ini. Penyakit ini
dapat menjadi akibat dari gaya hidup modern serta dapat juga sebagai penyebab
berbagai penyakit non infeksi. Hal ini berarti juga menjadi indikator
bergesernya dari penyakit infeksi menuju penyakit non infeksi, yang terlihat
dari urutan penyebab kematian di Indoensia. Untuk lebih mengenal serta
mengetahui penyakit ini, maka kami akan membahas tentang hipertensi. Hipertensi
didefinisikan sebagai peningkatan darah sistolik lebih besar atau sama dengan
140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan
90 mmHg (Anindya, 2009).
Hipertensi menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Tanpa melihat usia atau jenis
kelamin, semua orang bisa terkena hipertensi dan biasanya tanpa ada gejala-gejala
sebelumnya. Hipertensi juga dapat mengakibatkan kerusakan berbagai organ target
seperti otak, jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer, dan retina.
Oleh karena itu,
negara Indonesia yang sedang membangun di segala bidang perlu memperhatikan
pendidikan kesehatan masyarakat untuk mencegah timbulnya penyakit seperti
hipertensi, kardiovaskuler, penyakit degeneratif dan lain-lain, sehingga
potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Golongan umur
45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang terarah.
Hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara
berkala, yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa
ke dokter.
Definisi Hipertensi
Tekanan darah tinggi
atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah
secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai
sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat
istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang
selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung,
gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal
jantung kronis. (Armilawaty, 2007)
Pada pemeriksaan
tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada
saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh
pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari
120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah
tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi
biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua
lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Tekanan
Darah Pada Dewasa menurut JNC VII [1]
|
||
Kategori
|
Tekanan Darah
Sistolik
|
Tekanan Darah
Diastolik
|
Normal
|
< 120 mmHg
|
(dan) < 80 mmHg
|
Pre-hipertensi
|
120-139 mmHg
|
(atau) 80-89 mmHg
|
Stadium 1
|
140-159 mmHg
|
(atau) 90-99 mmHg
|
Stadium 2
|
>= 160 mmHg
|
(atau) >= 100 mmHg
|
Pada hipertensi
sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi
tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya
usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik
terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat
sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis.
Hipertensi berdasarkan
penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
- Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang
tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 %
dari seluruh hipertensi).
- Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/
sebagai akibat dari adanya penyakit lain.
Hipertensi primer
kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan
pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar
5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar
1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah
feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon
epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas),
gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam
dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki
kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah
untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya
akan kembali normal.
Beberapa penyebab
terjadinya hipertensi sekunder:
- Penyakit Ginjal
- Stenosis arteri renalis
- Pielonefritis
- Glomerulonefritis
- Tumor-tumor ginjal
- Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
- Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
- Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
- Kelainan Hormonal
- Hiperaldosteronisme
- Sindroma Cushing
- Feokromositoma
- Obat-obatan
- Pil KB
- Kortikosteroid
- Siklosporin
- Eritropoietin
- Kokain
- Penyalahgunaan alkohol
- Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
- Penyebab Lainnya
- Koartasio aorta
- Preeklamsi pada kehamilan
- Porfiria intermiten akut
- Keracunan timbal akut.
Etiologi
Hipertensi
1.
Hipertensi
Primer
(esensial)
Lebih dari 90% pasien
hipertensi merupakan hipertensi esensial, yang tidak diketahui penyebab aslinya
yang dapat mempengaruhi regulasi tekanan darah. Kemungkinan karena volume darah
yang dipompa jantung meningkat, yang mengakibatkan bertambahnya volume darah di
pembuluh arteri. Hipertensi esensial adalah istilah yang menunjukkan bahwa
hipertensi yang terjadi tidak diketahui penyebabnya. Walaupun begitu, pada
kebanyakan pasien dengan hipertensi esensial ini terdapat kecenderungan
herediter yang kuat.
Riwayat keluarga
hipertensi meningkatkan kemungkinan bahwa seorang individu akan mengalami
hipertensi. Faktor keturunan bersifat poligenik yang terlihat dari adanya
riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga. Jika salah satu atau kedua
orangtua mengidap hipertensi, maka kemungkinan anaknya juga terkena hipertensi.
Faktor predisposisi genetik dapat berupa sensitivitas terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vascular (terhadap
vasokonstriktor), dan resistensi insulin.
Hipertensi esensial
menyerang empat kali lebih sering pada pria middle agedaripada
pada wanita middle age. Faktor-faktor lingkungan yang menjadi
faktor predisposisi yang lebih dapat menyebabkan terjadinya hipertensi esensial
antara lain gaya hidup yang buruk (stres), banyak konsumsi garam, obesitas,
merokok.
2.
Hipertensi
Sekunder
a.
Hipertensi
Goldblatt
Hipertensi goldblatt
dibagi menjadi 2, yang pertama hipertensi Goldblatt dengan satu ginjal yang
memiliki 2 fase. Fase pertama adalah tipe hipertensi vasokonstriktor yang
disebabkan oleh angiotensin namun bersifat sementara. Fase kedua adalah tipe
hipertensi beban-volume. Sebenarnya dalam hipertensi tipe ini tidak terjadi kenaikan
terhadap volume darah maupun curah jantung, tetapi yang meningkat adalah
tahanan perifer total.
Kenaikan awal tekanan
arteri pada kasus hipertensi ini disebabkan oleh mekanisme vasokonstriksi
renin-angiotensin. Akibat sedikitnya aliran darah yang melalui ginjal sesudah
penurunan tekanan arteri renalis yang berlangsung akut, ginjal tersebut akan
menyekresi banyak renin. Hal ini mengakibatkan terbentuknya angiotensin
dalam darah. Angiotensin ini kemudian akan meningkatkan tekanan arteri secara akut.
Sekresi renin akan mencapai puncaknya dalam 1 jam atau lebih, tetapi dalam 5-7
hari akan kembali normal karena pada waktu itu arteri renalis juga meningkat
pada keadaan normal sehingga tidak terjadi iskemik ginjal.
Kenaikan kedua pada
tekanan arteri disebabkan oleh retensi cairan. Dalam waktu 5-7 hari cairan akan
meningkat cukup tinggi sehingga mengakibatkan kenaikan tekanan arteri menjadi
nilai baru yang dipertahankan. Nilai kuantitatif tekanan yang dipertahankan ini
dipengaruhi oleh derajat kontriksi yang terjadi pada arteri renalis. Jadi,
tekanan tekanan aorta harus meningkat cukup tinggi sehingga tekanan arteri
renalis yang di sebelah distal dari bagian yang mengalami kontriksi akan cukup
untuk menyebabkan keluaran urin yang normal.
Yang kedua adalah
hipertensi Goldblatt dengan dua ginjal. Mekanisme terjadinya hipertensi ini
adalah sebagai berikut: ginjal yang mengalami konstriksi menahan air dan garam
akibat menurunnya tekanan arteri renalis pada ginjal tersebut. Ginjal yang
normal juga menahan air dan garam akibat renin yang dihasilkan oleh ginjal yang
mengalami iskemik. Renin ini menyebabkan terbentuknya angiotensin yang
bersirkulasi ke ginjal yang berlawanan dan menyebabkannya juga menahan air dan
garam. Jadi dengan alasan yang berbeda kedua ginjal menjadi penahan garam dan
air yang mengakibatkan hipertensi.
2. Hipertensi
Neurogenik
Merupakan hipertensi
yang disebabkan oleh rangsangan yang kuat pada sistem saraf simpatis. Contohnya
apabila seseorang menjadi begitu terangsang karena alasan apapun atau bila saat
sedang gelisah, maka sistem simpatis akan sangat terangsang yang menimbulkan
vasokonstriksi perifer di setiap tempat dalam tubuh dan terjadilah hipertensi
akut. Hipertensi neurogenik juga bisa disebabkan oleh baroreseptor yang
dipotong atau bila traktus solitarius yang terdapat pada setiap sisi medula
oblongata dirusak. Hilangnya sinyal saraf normal dari baroreseptor secara
mendadak memiliki pengaruh yang sama pada mekanisme pengaturan tekanan oleh
saraf seperti pengurangan tekanan arteri pada aorta dan arteri karotis secara
mendadak. Akibatnya pusat vasomotor tiba-tiba menjadi sangat aktif dan tekanan
arteri rata-rata meningkat, namun dalam beberapa hari tekanan akan kembali
normal. Oleh sebab itu, hipertensi neurogenik termasuk hipertensi akut.
3. Hipertensi pada
Toksemia Gravidarum
Selama masa kehamilan,
banyak ibu yang mengalami hipertensi. Hal ini merupakan manifestasi dari
sindrom toksemia gravidarum. Prinsip patoligis yang menyebabkan hipertensi ini
diduga akibat penebalan membran glomerulus (mungkin terjadi karena proses
autoimun), yang mengurangi kecepatan filtrasi aliran dari glomerulus kedalam
tubulus ginjal. Dengan alasan yang jelas, tekanan arteri yang diperlukan
untuk menyebabkan pembentukan urin normal akan ditingkatkan. Selain itu, nilai
tekanan arteri jangka panjang juga meningkat. Pasien-pasien ini cenderung
menderita hipertensi karena konsumsi garam berlebih.
4. Hipertensi Akibat
Aldosteronisme Primer
Merupakan tipe lain
dari hipertensi beban-volume yang disebabkan oleh aldosteron dalam tubuh
berlebih atau kelebihan jenis steroid yang lain. Sebuah tumor kecil yang
terdapat pada salah satu kelenjar adrenal yang terkadang menyekresikan banyak
sekali aldosteron disebut sebagai “Aldosteronisme Primer”. Aldosteron memiliki
efek dapat meningkatkan kecepatan reabsorbsi garam dan air oleh tubulus ginjal
sehingga akan mengurangi hilangnya garam dan air dalam urin namun menaikkan
volume cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi hipertensi. Bila keadaan ini
diteruskan, maka kelebihan aldosteron tersebut akan menyebabkan perubahan
patologis pada ginjal sehingga mengakibatkan ginjal menahan garam dan air lebih
banyak lagi disamping yang disebabkan oleh aldosteron tersebut. Oleh karena
itu, akhirnya hipertensi sering menjadi parah.
2.3 Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis dari hipertensi adalah
sebagai berikut :
- Pusing
- Mudah marah
- Telinga berdengung
- Mimisan (jarang)
- Sukar tidur
- Sesak nafas
- Rasa berat di tengkuk
- Mudah lelah
- Mata berkunang-kunang
Gejala akibat
komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah :
- Gangguan penglihatan
- Gangguan saraf
- Gagal jantung
- Gangguan fungsi ginjal
- Gangguan serebral (otak) yg mengakibatkan kejang dan
pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan
kesadaran hingga koma. (www.id.novartis.com)
Pada sebagian
besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak
sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah
sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan;
yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang
dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya
berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
- sakit kepala
- kelelahan
- mual
- muntah
- sesak nafas
- gelisah
- pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya
kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita
hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif,
yang memerlukan penanganan segera. (www.medicastore.com)
4. Pemeriksaan
Diagnostik dan Laboratorium
A. Pemeriksaan Diagnostik
- Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
faktor-faktor resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
- BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang
perfusi/fungsi ginjal.
- Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah
pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin
(meningkatkan hipertensi).
- Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
- Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi.
- Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar
dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiofaskuler)
- Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan
vasikonstriksi dan hipertensi.
- Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji
aldosteronisme primer (penyebab).
- Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan
disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
- VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat
mengindikasikan adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat
digunakan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
- Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi
sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
- Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme, feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom
Cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat.
- IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi,
seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
- Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi
pada area katub; deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran
jantung.
- CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati,
atau feokromositoma.
- EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola
regangan, gangguan konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non
Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan
yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.
2.6 Komplikasi
Organ organ tubuh
sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, status perkawinan
b. Riwayat
kesehatan
- Riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes
mellitus, dislipidemia, penyakit jantung koroner, stroke atau penyakit
ginjal.
- Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan
hasil serta efek sampinng obat antihipertensi sebelumnya.
- Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner
dan gagal jantung, penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer,
diabetes mellitus, pirai, dislipidemia, asma bronkhiale, disfungsi
seksual, penyakit ginjal, penyakit nyata yang lain dan informasi obat yang
diminum.
- Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium,
dan alcohol, jumlah rokok, tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat
badan sejak awal dewasa.
- Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat
meningkatkan tekanan darah termasuk kontrasepsi oral, obat anti keradangan
nonsteroid, liquorice, kokain dan amfetamin. Perhatian juga untuk
pemakaian eritropoetin, siklosporin atau steroid untuk penyakit yang
bersamaan.
- Faktor pribadi, psikososial, dan lingkungan yang dapat
mempengaruhi hasil pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga,
lingkungan kerja, dan latar belakang pendidikan.
3.1.3 Pengkajian data
dasar
- Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan,
letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: Frekuensi
jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2.
Sirkulasi
Gejala: Riwayat
hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung kroner/katup dan
penyakit
serebrovaskular, episode palpitasi, presipitasi.
Tanda: Kenaikan TD
(pengukuran serial dari kenaikan TD diperlukan untukmenegakkan diagnosis),
Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen obat), Nadi: denyutan
jalas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut seperti denyut
femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut
popliteal, tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Denyut apikal:
PMI kemungkinan bergeser dan/atau sangat kuat. Frekuensi/irama : takikardia,
berbagai disritmia. Bunyi jantung: terdengar s2 pada dasar ; s3 (CHF dini) ; s4
(pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur stenosis
valvular. Desiran vaskular terdengar diatas karotis, femoralis, atau
epigastrium (stenosis arteri). DVJ [distensi vena jugularis] (kongesti vena).
Ekstrimitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi perifer);
pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokonstriksi). Kulit-pucat,
sianosia dan diaforesis (kongesti, hipoksemia); kemerahan (feokromositoma).
- Integritas Ego
Gejala: Riwayat
perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau marah kronik (dapat
mengindikasikan kerusakan serebral).
Tanda: Letupan suasana
hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak. Gerak
tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan fisik cepat,
pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
- Eliminasi
Gejala:Gangguan ginjal
saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal masa yang lalu).
- Makanan/Cairan
Gejala: Makanan yang
disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolestrol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); gula-gula yang bewarna
hitam; kandungan tinggi kalori. Mual, muntah. Perubahan berat badan akhir-akhir
ini (meningkar/menurun). Riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan
normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau tertentu); kongesti vena,
DVJ; glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah diabetik).
- Neurosensori
Gejala:Keluhan
pening/pusing. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam). Episode kebas dan /atau
kelamahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan ( diplopia, penglihatan
kabur). Episode epistaksis.
Tanda: Status mental:
perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau
memori (ingatan). Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan dan/ atau
reflaks tendon dalam. Perubahan-perubahan retinal optik: dari
sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan
edema atau papilaedema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada berat/lamanya
hipertensi.
7.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Angina
(penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada
tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri
Tanda: Distres respirasi/penggunaan
otot aksesori pernafasan. Bunyi nafas tambahan (krakles/mengi). Sianosis
- Keamanan
Gejala: Gangguan
koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral transien hipotensi
postural.
2.
Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor-faktor
resiko keluarga: hipertensi, aterosklesosis, penyakit jantung, diabetes
melitus, penyakit serebrovaskular/ginjal. Faktor-faktor resiko etnik, seperti
orang Afrika-Amerika, AsiaTenggara. Penggunaan pil KB atau hormon lain;
penggunaan obat/ alkohol.
3.
Pemeriksaan Fisik
- Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body
Mass Index) yaitu berat dalam kg dibagi tinggi dalam m².
- Pengukuran tekanan darah
- Pemeriksaan system kardiovaskuler terutama ukuran
jantung, bukti adanya gagal jntung, penyakit arteri karotis, renal, dan
perifer lain serta koarktasio aorta.
- Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta
bising abdomen, pembesaran ginjal serta tumor yang lain.
- Pemeriksaan fundus optikus dan system syaraf untuk
mengetahui kemungkinan adanya kerusakan serebrovaskuler.
3.2 Diagnosa
Keperawatan
1. Kelebihan volume
cairan b.d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap
infark miokard
2. Risiko Tinggi
terhadap Penurunan Curah Jantung
3. Gangguan Pola tidur
b.d memerlukan waktu yang berlebihan sekunder terhadap obat-obatan
antihipertensi
3 Intervensi
1 Kelebihan volume
cairan b.d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap
infark miokard
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
Pengawasan intake
diet dipantau untuk menjaga kestabilan tekanan darah agar tidak terjadi
penumpukan cairan yang dapat menyembabkan edema jaringan.
|
Lanjutkan dengan
memberikan intake yang seseuai dengan kebutuhan klien.
|
Pengawasan intake makanan
pasien sangat diperlukan untuk mencegah bertambahnya volume cairan dengan
intake makanan yang tidak terkontrol. Intake natrium yang tinggi dapat
menyebabkan retensi air.
|
Lanjutkan dengan
penyuluhan kesehatan jika diindikasikan.
|
2.
Risiko
Tinggi terhadap Penurunan Curah Jantung
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
Perbandingan dari
tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentan keterlibatan/bidang
masalah vaskular. Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa dengan
pengukuran diastolik > 130 dan dipertimbangkan sebagai peningkatan
pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor risiko
yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemia jantung
bila tekanan diastolik 90 – 115.
|
|
Denyutan karotis,
jugularis, radialis dan femoralis mungkin terpalpasi. Denyut pada tungkai
mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokonstriksi dan kongesti vena.
|
|
Adanya pucat,
dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan
dengan vasokonstriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
|
|
Membantu untuk
menurunkan rangsan simpatis dan meningkatkan relaksasi.
|
|
Menurunkan stres dan
ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit
hipertensi.
|
|
Dapat menurunkan
rangsangan yang dapat menimbulkan stres, membuat efek tenang sehingga
menurunkan tekanan darah.
|
|
Respin terhadap
terapi obat ”stepped” (yang terdiri atas diuretik, inhibitor simpati dan
vasodilator) tergantung pada individu dan efek sinergis obat. Karena efek
samping tersebut, maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah paling
sedikit dan dosis paling rendah.
|
3. Gangguan Pola tidur b.d memerlukan waktu yang berlebihan
sekunder terhadap obat-obatan antihipertensi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
Meningkatkan
kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/psikologis.
|
|
Aktivitas siang hari
dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam. Namun,
kelanjutan aktivitas yang dekat dengan waktu tidur dapat bertindak sebagai
stimulan penghambat tidur.
|
|
Meningkatkan efek
relaksasi. Catatan: susu mempunyai kualitas soporfik, meningkatkan sintesis
serotonin, neurotransmiter yang membantu pasien tertidur dan tidur lebih
lama.
|
|
Membantu
menginduksikan tidur.
|
|
Memberikan situasi
kondusif untuk tidur.
|
|
Tidur tanpa gangguan
lebih menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur
bila terbangun.
|
4.1 Kesimpulan
- Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan diastol > 90 mmHg dan
sistol > 140 mmHg yang dipengaruhi oleh banyak faktor risiko.
- Hipertensi dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu
hipertensi primer (essensial) dan hipertensi sekunder.
- Hipertensi primer merupakan penyebab kematian terbesar
dengan presentase 90% dibandingkan dengan hipertensi sekunder dengan presentase
10% karena penyebab dari langsung (etiologi) dari hipertensi primer tidak
diketahui dan penderita yang mengalami hipertensi primer tidak mengalami
gejala (asimtomatik).
- Terapi hipertensi dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu terapi medis dan non-medis.
- Kontrol pada penderita hipertensi sangat diperlukan
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda
Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Jilid 6. Jakarta : EGC
Doenges, ME.,
Moorhouse, MF., Geissler, AC. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Guyton, AC. &
Hall, JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Khatib, Oussama M.N.
2005. Clinical Guidelines for the Management of Hypertension. WHO
Mycek, MJ dkk. 1997. Lippincott’s
Illustrated Reviews : Pharmacology, 2ndedition. Philadelphia
: Lippincott-Raven Publishers
Price, SA. &
Wilson, LM. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta
: EGC
Rilantono, Lily Ismudiati
dkk. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FKUI
Syarif, Amir. 2003. Farmakologi
dan Terapi. Jakarta : FKUI
Aninomous. 2008. What
Causes High Blood Pressure? akses internet di
http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=2125
Aninomous. 2008. High
Blood Pressure, Factors that Contribute to. akses internet di
http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=3053
Armilawaty, dkk.2007. Hipertensi
dan Faktor Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi akses internet di http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/08/hipertensi-dan-faktor-risikonya-dalam-kajian-epidemiologi/
Anonim. 2010. Tekanan
Darah Tinggi. Disitasi dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi (
Selasa, 14 Desember 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar