Pengertian struma nodosa
non toksik
Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Anatomi
kelenjar tyroid
Kelenjar
tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang kaya vaskularisasi, lobus terletak di
sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan dengan jembatan
jaringan tiroid, yang disebut isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior
trakea. Secara mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang
masing – masing menyimpan materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi,
menyimpan dan mensekresi kedua hormon utama T3 (triodotironin) dan T4
(tiroksin). Jika kelenjar secara aktif mengandung folikel yang besar, yang
masing – masing mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam jumlah besar sel –
selnya, sel – sel parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini dan
dua hormon lainnya mempengaruhi metabolisme kalsium. Hormon – hormon ini akan
dibicarakan kemudian.
Etiologi
Adanya
gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab
pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
Defisiensi iodium
Pada
umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
Kelainan
metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
Penghambatan
sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang
kedelai).
Penghambatan
sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium).
Patofisiologi
Iodium
merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon
tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium
dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating
Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin
(T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4)
menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating
Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tyroid.
Gejala-gejala
Pada
penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya
kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup
besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Diagnosis
Diagnosis
dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik,
melalui :
- Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
Pada
pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3
(triyodotironin) dalam batas normal.
Pada
pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.Kepastian
histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh
seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
Pencegahan
2.
Penatalaksanaan
Dengan
pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik
sedang dan berat.
Edukasi
Program
ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
Penyuntikan
lipidol
Sasaran
penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi
suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di
atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
3.Tindakan
operasi
Pada
struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ
sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
Konsep Asuhan Keperawatan
Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman asuhan keperawatan
sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan sistematis yang
meliputi tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
Pengkajian :
Pengkajian
merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan
guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah
kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan
fisik meliputi :
Aktivitas/istirahat
; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
Eliminasi
; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
Integritas
ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
Makanan/cairan
; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,
makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.
Rasa
nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
Pernafasan
; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis
tirotoksikosis).
Keamanan
; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap
iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C,
diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan
lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus,
lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
Seksualitas
; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
Langkah
selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang merupakan suatu
pernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun potensial berdasarkan data
yang terkumpul. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis
khususnya post operai dapat dirumuskan sebagai berikut ;
Resiko
tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema
jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Resiko
tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan
pada sistem saraf pusat.
Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
A. Perencanaan
keperawatan/intervensi
Perencanaan
keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan
yang diuraikan di atas, maka disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai
berikut :
1. Resiko
tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.
Tujuan
yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :
Mempertahankan
jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Rencana
tindakan/intervensi
Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja
pernafasan.
Rasional :
Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya
distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau
perdarahan.
Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara ronchi.
Rasional
:
Ronchi
merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi
dan intervensi yang cepat.
Kaji
adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
Rasional
:
Indikator
obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
Waspadakan
pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal.
Rasional
:
Menurunkan
kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
Bantu
dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai
indikasi.
Rasional
:
Mempertahankan
kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat
menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan
nafas.
Lakukan
pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan
karakteristik sputum.
Rasional
:
Edema
atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan
membersihkan jalan nafas sendiri.
Lakukan
penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior
Rasional
:
Jika
terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena
darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung.
Selidiki
kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.
Rasional
:
Merupakan
indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.
Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.
Rasional :
Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang
mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat.
Pembedahan
tulang
Rasional
:
Mungkin
sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh darah yang mengalami perdarahan
yang terus menerus.
4.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
cedera pita suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan, nyeri,
ketidaknyamanan.
Tujuan
yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Mampu
menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana
tindakan/intervensi
Kaji fungsi bicara secara periodik.
Rasional :
Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan
atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam
beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau
penekanan pada trakea.
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan
yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak.
Rasional
:
Menurunkan
kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
Memberikan
metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas
tulis/papan gambar.
Rasional
:
Memfasilitasi
eksprsi yang dibutuhkan.
Antisipasi
kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
Rasional
;
Menurunnya
ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
Beritahu
pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan
segera.
Rasional
:
Mencegah
pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang
diketahui/memerlukan bantuan.
Pertahankan
lingkungan yang tenang.
Rasional
:
Meningkatkan
kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang
harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.
5.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan
dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
Tujuan
yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Menunjukkan
tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana
tindakan/intervensi
Pantau
tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 –
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
Rasional
:
Manipulasi
kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon
yang menyebabkan krisis tyroid.
Evaluasi
reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
Rasional
:
Hypolkasemia
dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan
merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma
yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid
selama pembedahan.
Pertahankan
penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
Rasional
:
Menurunkan
kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Memantau kadar kalsium dalam serum.
Rasional :
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan
terapi pengganti.
Kolaborasi
Berikan
pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
Rasional
;
Memperbaiki
kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi
permanen.
6.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan paska operasi.
Tujuan
yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Melaporkan
nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan
mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Rencana
tindakan/intervensi :
Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non
verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.
Rasional :
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan
intervensi, menentukan efektivitas terapi.
Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong
kepala/leher dengan bantal pasir/bantal kecil.
Rasional :
Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas
gari jahitan.
Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong
selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk
menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.
Rasional
:
Mencegah
stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
Letakkan
bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
Rasional
:
Membatasi
ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
Berikan
minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami
kesulitan menelan.
Rasional
:
Menurunkan
nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami
kesulitan menelan.
Anjurkan
pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang
lembut, relaksasi progresif.
Rasional
:
Membantu
untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi
nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
Kolaborasi
Beri
obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.
Berikan
es jika ada indikasi
Rasional
:
Menurunnya
edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri.
7.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan tidak
mengungkapkan secara terbuka/mengingat kembali, setelah menginterpretasikan
konsepsi.
Tujuan
yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Adanya
saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan penanganannya, berpartisipasi
dalam program pengobatan, melakukan perubahan gaya hidup yang perlu.
Rencana
tindakan/intervensi :
Tinjau
ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya.
Rasional
;
Member
pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat keputusan sesuai informasi.
Diskusikan
kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat mencakup garam
beriodium.
Mempercepat
penyembuhan dan membantu pasien mencapai berat badan yang sesuai dengan
pemakaian garam beriodium cukup.
Hindari
makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan laut yang berlebihan,
kacang kedelai, lobak.
Rasional
:
Merupakan
kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini menekan aktivitas tyroid.
Identifikasi
makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati)
Rasional
:
Memaksimalkan
suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar paratiroid terganggu.
Dorong
program latihan umum progresif
Rasional
:
Latihan
dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi hormon yang memfasilitasi
pemulihan kesejahteraan.
B. Pelaksanaan keperawatan.
Pelaksanaan
keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan,
haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang
berhubungan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah
sakit.
C. Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dari
rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap
evaluasi ini akan difokuskan pada :
- Apakah jalan nafas pasien efektif?
- Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar?
- Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?
- Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?
- Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan perawatan dan pengobatannya?
Sumber:
- Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
- Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
- Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.
- Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
- Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta.
- Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar