A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan
dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura
parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat .
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
a. Anatomi
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru
berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus
atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus
atas dan bawah .
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus
paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC,1992).
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi
paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan
lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan
tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua
lapisan tersebut.
b. Fisiologi
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang
berarti “bernafas lagi” mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2)
serta mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi
penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang
vital bagi kehidupan.
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :
1) Ventilasi
Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru.
Proses ini terdiri atas 2 tahap :
Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru.
Inspirasi terjadi dengan adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis
eksterna yang menyebabkan volume thorax membesar sehingga tekanan intra
alveolar menurun dan udara masuk ke dalam paru.
Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru
yang terjadi bila otot-otot expirasi relaxasi sehingga volume thorax mengecil
yang secara otomatis menekan intra pleura dan volume paru mengecil dan tekanan
intra alveola menurun sehingga udara keluar dari paru.
2) Pertukaran gas di dalam alveol
dan darah.
3) Transport gas
Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah).
4) Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel
jaringan.Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2
yang juga disebut pernafasan seluler.
Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah
bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995). Dalam keadaan normal
seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya
terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang
selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990). Setiap saat jumlah cairan
dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua
pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik
(yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum.
Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis
disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan
absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai
ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan
merupakan ruang fisik yang jelas.
c. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura
dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis.
1)
Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena
cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat
disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
3) Effusi
hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
4)
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada
penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik,
asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
d. Patofisiologi.
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam
rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan
hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan
pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada
penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada
proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat
kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis
paru.
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar
cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain:
(1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura,
(2) gagal jantung yang menyebabkan
tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan
transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura
(3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora
plasma, jadi juga memungkinkan transudasi
cairan yang berlebihan
(4) infeksi atau setiap penyebab
peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan
membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam
rongga secara cepat.
2. Dampak Masalah
a. Dampak masalah terhadap individu
Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi
pleura akan mengalami suatu perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang
akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau
pengobatan dan perawatan. Pada umumnya Px dengan effusi pleura akan tampak
sakit, suara nafas menurun adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir
inspirasi, febris, batuk dan yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas,
rasa berat pada dada akibat adnya akumulasi cairan di kavum pleura.
b. Dampak masalah terhadap keluarga
Pada umumnya keluarga pasien akan merasa dituntut untuk
selalu menjaga dan memenuhi kebutuhan pasien. Apabila ada salah satu anggota
keluarga yang sakit sehingga keluarga pasien akan memberi perhatian yang lebih
pada pasien. Keluarga menjadi cemas dengan keadaan pasien karena mungkin
sebagai orang awam keluarga pasien kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang
bagaimana perawatannya. Lamanya perawatan pasien banyaknya biaya pengobatan
merupakan masalah bagi pasien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan
tingkat ekonomi yang rendah.
Secara langsung peran pasien sesuai statusnya pun akan
mengalami perubahan bahkan gangguan selama pasien dirawat di rumah sakit.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik
yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses
terapeutik tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk
membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam
mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling
mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan
evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budiana Keliat, 1994).
1. Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data
yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu
mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama
yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya
pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa
berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya
akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri
pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah
menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites
dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab
effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap
tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana
hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan
di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan
obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan
metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan
dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi
perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2
jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada
aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya
akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian
kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan
peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan
istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah
yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
6) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara
langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu
rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang
harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di
masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan
interpersonal pasien.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya
akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak
nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien
mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak
mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal
ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena
pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui
proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak
bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin
dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan
lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini
adalah suatu cobaan dari Tuhan.
h. Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu
dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama
dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood
pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga
dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang
sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px
biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda
auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah
lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan
kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan
letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus
kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate)
dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu
juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk
menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan,
apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus
menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan,
adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut
untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien
teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran
perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis
atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan
adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui
tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan
inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan
antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit
higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya
akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui
derajat hidrasi seseorang.
i. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium :
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang
dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa
penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura
lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi.
Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit
(lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura
sedikit.
2. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura
dengan melalui biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui
adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy
tuberculosa dan tumor pleura).
j. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa
pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan
eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl > 3
Kadar protein dalam effusi > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) > 200
Kadar LDH dalam effusi > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi > 1,016
Rivalta Negatif Positif.
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada
penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan
metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990).
b. Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah.
c. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark
paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : tuberculosis,
limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru,
poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan
1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada
pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100.000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan)
Misotel banyak : Jika terdapat
mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus-
kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi
karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau
atelektasis (Alsagaff Hood, 1995)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis
TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif
sampai 20 % .
Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan
dianalisa sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita
effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa
keperawatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa
data sari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di
kelompokkan menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna
Keliat, 1994)
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan effusi pleura antara lain :
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga
pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan
nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
(Barbara Engram, 1993).
3. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk
yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara
Engram).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan
dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana
tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna
Keliat, 1994)
1. Diagnosa Keperawatan I
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara
normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan
dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya
akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat
menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan
kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi
yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90
derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada
sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital
(suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi paru.
e. Lakukan auskultasi suara nafas
tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas
pada bagian paru-paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk
batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas
dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g. Kolaborasi dengan tim medis lain
untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan
dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan
akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 %
jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a. Beri motivasi tentang pentingnya
nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh
kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya
nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat
menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi
nafsu makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan
nafsu makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil
tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan
energi, banyak selingan memudahkan reflek.
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam
pemberian diet TKTP
Rasional : Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme
dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam
amino esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau
konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian
vitamin dan suplemen nutrisi lainnya jika intake diet terus menurun lebih 30 %
dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat
menambah asam lemak dalam tubuh.
3. Diagnosa Keperawatan III
Cemas atau
ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan
menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu
bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non
verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi
16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang menyenangkan
bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti
sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
a. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional :
Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
b. Bantu dalam menggala sumber koping
yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara
konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
c. Pertahankan hubungan saling
percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan saling percaya membantu
proses terapeutik
d. Kaji faktor yang menyebabkan
timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi
masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi
kecemasan.
e. Bantu pasien mengenali dan
mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila
sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
4. Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola
tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola
tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak
nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat
tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau
tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
a. Beri posisi senyaman mungkin bagi
pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan
akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
b. Tentukan kebiasaan motivasi
sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan
sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.
c. Anjurkan pasien untuk latihan
relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan
tidur.
d. Observasi gejala kardinal dan
keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui
perubahan terhadap kondisi pasien.
5. Diagnosa Keperawatan V
Ketidakmampuan
melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik
yang lemah).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan
aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya
aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel
hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
a. Evaluasi respon pasien saat
beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan
tanda-tanda vital.
Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas.
a. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan
mandiri.
b. Awasi Px saat melakukan
aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam
perawatan selanjutnya.
c. Libatkan keluarga dalam perawatan
pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas
secara penuh.
d. Jelaskan pada pasien tentang
perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan
metabolisme.
e. Motivasi dan awasi pasien untuk
melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu
mengembalikan pasien pada kondisi normal.
6. Diagnosa Keperawatan VI
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu
mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
a. Px dan keluarga menyatakan
pemahaman penyebab masalah.
b. PX dan keluarga mampu
mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
c. Px dan keluarga mengikuti program
pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah.
Rencana tindakan :
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.
Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya
intervensi terapeutik.
b. Identifikasi kemungkinan kambuh
atau komplikasi jangka panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat,
penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c. Kaji ulang tanda atau gejala yang
memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena,
distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi
medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang
baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
4. Pelaksanaan
Implementasi merupakan pelaksanaan
rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara
kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah
kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994).
5. Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang.
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a. Mampu mempertahankan fungsi paru
secara normal.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Tidak terjadi gangguan pola tidur
dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d. Dapat memenuhi kebutuhan
perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
e. Menunjukkan pengetahuan dan
gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga
dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
f. Mampu menerima keadaan sehingga
tidak terjadi kecemasan.
g. Menunjukkan pengetahuan tentang
tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi
kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum
minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi
penyakitnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit
Paru, Airlangga University Press, Surabaya ; 1995
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi
pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
keperawatan Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999
Ganong F. William, Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998
Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk
Perawat, Jakarta EGC ; 1995
Keliat, Budi Anna. Proses
Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar
Diagnostik Fisik Paru, Surabaya; 1994
Lismidar,proses keperawatan H,dkk,
Proses keperawatan, AUP, 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar